MASJID LT.2– “Sebuah pesantren tanpa adanya unsur kesalafan, ibarat orang yang tidak memiliki ruh”, tutur Mukhtar Syafaat selaku koordinator Mauqufah Musyawaroh Fathul Qorib dan Fathul Muin Darussalam (MUFADA). Itulah yang menjadi fondasi kegiatan Mauqufah yang telah sukses dilaksanakan pada Jumat malam Sabtu (30/06) lalu. Kegiatan yang bersifat bulanan ini bertujuan untuk menumbuhkan minat para santri terhadap kitab-kitab salaf. Dengan diikuti oleh talamidz tingkat wustho, ulya, ma’had aly dan Satuan Pendidikan Muadalah (SPM) Ulya, menjadikan mauqufah sebagai ajang unjuk gigi dan saling bersaing antar talamidz. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mauqufah merupakan ajang paling bergengsi di antara para musyawirin.

Mula-mulanya pihak MUFADA akan membagikan as’ilah atau soal-soal kepada talamidz tingkat syawir beberapa minggu sebelum mauqufah supaya musyawirin dapat menyiapkan ‘ibarot (baca : referensi) yang akan dibawakan saat rumusan. Rumusan sendiri merupakan rangkaian kegiatan pra-mauqufah yang berfungsi untuk mengerucutkan permasalahan sehingga pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh musyawirin tidak terlalu melebar. Akibatnya bila talamidz tidak mengikuti rangkaian rumusan maka talamidz tentu akan kesulitan untuk memahami pokok dan alur permasalahan yang disajikan saat mauqufah.

Posisi mushohih diisi oleh Bpk. Yunus Zamrozi, Bpk. Abdul Hamid, serta KH. Aly Asyiqin. Sedang posisi moderator dipegang oleh Bpk. Farid Muhajir yang juga bertujuan menyambut musyawirin secara langsung sebagai ketua MUFADA tahun ini. Kegiatan berlangsung sejak jam pertama diniyyah sampai dengan jam sebelas malam.

Bpk. Mukhtar Syafaat juga menuturkan betapa mengikuti mauqufah serta syawir merupakan hal yang sangat bersifat urgent (darurat : red.). “Ibaratnya begini, apabila ada ikan yang tidak mampu berenang, apakah itu masuk akal? Sama halnya dengan santri. Kalau ada santri yang tidak bisa baca kitab itu amat sangat tidak masuk akal”, tutur beliau. Sehingga adanya mauqufah, syawir, serta serangkaian kegiatan yang berbasis kitab salaf lain bertujuan untuk menumbuhkan minat santri terhadap kutubussalaf. “Doktrin serta nasihat dari mustahiq adalah hal yang paling penting. Karena siapa lagi yang bisa memengaruhi minat talamidz kalau bukan mustahiq”, ucap beliau lagi.

Pada akhirnya harapan dari MUFADA terhadap musyawirin tak lain adalah untuk mencetak personal-personil yang mampu mewakili pondok pesantren Darussalam saat ada Bahtsul Masail antar pesantren. Lantaran dari situlah eksistensi Darussalam akan semakin terasa di kalangan pesantren-pesantren lain. Dengan kata lain, MUFADA berharap lewat mauqufah akan tercetak generasi-generasi ahli fiqh yang kompeten di masyarakat kelak sehingga juga menjadi sarana syiar agama Islam kedepannya. “اقبال الناس على العالم قبل تمكينه فهو سم قاتل”. “Percayanya masyarakat terhadap orang alim yang belum matang tak lain justru racun yang mematikan”, tutur Agus Ahkaf kala pembukaan syawir jam ketiga beberapa pekan lalu. (Aul)