Mbah Yai Bertanya Kepada Gus Dim, Kenapa Dulu Kok Ingin Dibunuh?

Salah satu skenario Allah yang menakdirkan Mbah Yai segera singgah ke Blokagung adalah KH. Dimyati Ibrahim,  pengasuh PP. Mathla’ul Falah Sepanjang Glenmore sosok kyai yang dulu dikenal sebagai seorang yang jadzab yang karib disapa Gus Dimyati, putra dari KH. Ibrahim, guru spiritual sekaligus kyai dari almaghfurllah KH. Mukhtar Syafa’at Abdul Ghofur.

Dalam sebagian sejarah diceritakan, bahwa saat Mbah Yai sudah mulai ladzat mengkaji keilmuan spiritualnya di pondok pesantren yang diasuh oleh KH. Ibrahim Njalen, Mbah Yai dihadapkan dengan sebuah cobaan yang sama sekali tidak pernah ia pikirkan. Dimana masa itu Mbah Yai harus dikejar-kejar seorang laki-laki yang dikenal dengan nama Gus Dimyati untuk dibunuh (dari beberapa fersi cerita yang kami terima ada yang mengatakan pernah dikejar dibawakan golok , ada lagi yang dibawakan tombak). Menyadarai nyawa Mbah Yai yang ketikan itu benar-benar terancam, akhirnya singkat cerita Mbah Yai lari ke Blokagung yang kemudian menikah di situ dan membangun pondok yang kemudian  menjadi pondok terbesar se-kota Banyuwangi ini.

new-picture
KH. Dimyati Ibrahim di PP. Mathla’ul Falah

Ada banyak yang tidak masuk akal di sini. Banyak tafsiran bahwa yang dilakukan oleh Gus dimyati,  ini adalah sebuah isyarah bahwa sudah saatnya Mbah Yai ini sudah saatnya menyebarkan ilmunya di Banyuwangi. Karena memang pada saat itu Gus Dimyati adalah seorang yang dianggap jadzab (sebuah istilah dalam dunia tasawuf yang berarti suatu keadaan di luar kesadaran/suatu keadaan dimana seorang benar-benar mempau untuk menyingkap dan melihat dengan nyata sifat-difat Allah SWT dalam alam sadar dan mampu untuk merasakan hal tersebut)

Kemarin Jum’at (4/11) saat setelah berziarah ke Maqom KH. Dimyati Ibrahim di PP. Mathla’ul Falah Sepanjang Glenmore untuk melengkapi dokumentasi arsip pembuatan Buku Setengah Abad Perjalanan MMPP Banyuwangi, segera kami dengan ust. Mahsun menuju ke kediaman KH. Ikhwan Musthofa Melik Srono, Sekertaris MMPP.  Beliau bercerita bahwa hubungan antara KH. Mukhtar Syafa’at  dan KH. Dimyati di organisasi MMPP sangatlah dekat. Hingga suatu saat Mbah Yai pernah bertanya kepada Gus Dim.

Iyo yo Gus, desek nyapo Sampean kok Aku mbok uber-uber kate mbok pateni?” ( iya ya..Gus! dulu kenapa anda mengejar saya untuk akan anda bunuh?) tanyanya sambil bercanda, karena saat itu mereka sudah sangat dekat.

“la mboh yo…Aku iku ora erti, aku ora keroso, ora sadar. Nak aku kroso opo yo aku gendeng garep mateni Awakmu” (ya.. nggak tahu ya,, saya itu tidak tahu, saya tidak terasa, saya tidak sadar. Kalau saya sadar, apa saya gila mau membunuh anda) jawabnya dengan canda _begitulah cara Mbah Wan, sebutan KH. Ikhwan Musthofa Melik Srono bercerita menirukan gaya Mbah Yai dan gus Dim berbincang-bincang.

Itulah KH. Dimyati yang kehidupannya mulai sejak terlahir sudah dalam keadaan jadzab hingga menurut cerita Beliau menemukan guru spiritual yaitu Mbah Sholehan sumber kembang yang terus mendampingi dan mengarahkannya. Mbah sholehan ini termasuk juga yang  berperan Mbah Yai Mukhtar Syafa’at bisa menetap di Blokagung.

Masya Allah inilah skenario Allah bahwa pasti bukanlah seorang yang sembarangan Allah mentakdirkan sosok KH. Dimyati Ibrahim,  pengasuh PP. Mathla’ul Falah Sepanjang Glenmore sebagai perantara Mbah Yai segera berjuang menyebarkan islam. Mudah-mudahan kita semua bisa mendapatkan limpahan manfaat dan keberkahan dari Allah seperti yang telah diberikan-Nya kepada KH. Mukhtar Syafa’at abdul Ghofur dan KH. Dimyati Ibrahim.  Allahummaghfirlahuma warhamhuma      wa’afihi wa’fu‘anhuma. Amin Amin ya rabbal Alamin.