Program Muadalah Madrasah Diniyah Al Amiriyah

Sumber : KH. Abdul Kholiq Syafaat (Kepala Bidang Pendidikan dan Pengajaran Yayasan PP. Darussalam), dan

PKM. Kurikulum Madrasah Diniyah Al Amiriyah

Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan islam tertua di indonesia. Hingga saat ini eksistensi Pondok Pesantren dalam dunia pendidikan agama islam tak pernah redup. Pondok Pesantren yang mengajarkan kederhanaan, kemandirian, dan kesantunan dalam berperilaku membuat banyak orang tua membawa anaknya kepesantren untuk dididik seperti demikian. Apalagi saat ini, di tengah-tengah modernitas pergaulan yang kian bebas dan semrawut membuat kian banyak orang tua memilih pondok pesantren sebagai tempat untuk melindungi putra putri mereka agar tidak terpengaruh oleh pergaulan bebas, serta merenovasi akhlak bagi putra putri mereka yang sudah kadung tertular oleh perubahan zaman. Para orang tua memutuskan untuk melindungi dan mendidik akhlak anak-anak mereka sembari melanjutkan pendidikan yang disediakan oleh pesantren.

Pesantren darussalam termasuk yang menjadi jujukan wali santri di indonesia sebagai tempat pengajaran ilmu agama dan pendidikan akhlak. Hal ini dapat dilihat dari santri Darussalam yang asalnya dari berbagai daerah di indonesia, seperti Lampung, Palembang, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Bali, NTB dan lain-lain. sejak awal didirikan Pesantren Darussalam juaga mendirikan Madrasah diniyyah yang diberi nama MADINA (Madrasah Diniyyah Al Amiriyah). Hingga saat ini pun MADINA adalah yang paling diutamakan oleh saeluruh santri, baik yang `nyambi` sekolah formal atau yang hanya sekolah Diniyah saja. Dahulu baik Alumni MADINA maupun Madrasah Diniyyah lain sulit untuk melanjtkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga santri yang hanya mengikuti sekolah diniyah tapi tidak merangkap sekolah formal harus mengikuti ujian Paket atau sekolah lagi untuk bisa melanjutkan jenjang pendidikan. Namun, sejak tahun 2013 menteri agama membuka satuan pendidikan muadalah sebagai  upaya untuk mempermudah alumni madarasah diniyah melanjutkan jenjang pendidikan lebih tinggi. Dalam sebuah sosialisasi terkait satuan pendidikan mu’adalah di Pondok Pesantren Sidogiri (21/02/15) disebutkan “pondok pesantren mu’adalah merupakan pondok pesantren yang disetarakan dengan pendidikan formal yang diakui statusnya.” Sedangkan, Kemenag RI menyebutkan mu’adalah sebagai satuan pendidikan keagamaan islam yang diselenggarakan oleh dan berada di lingkungan pesantren dengan mengembangkan kurikulum sesuai kekhasan pesantren.  Yakni, dengan kitab kuning atau dirosah islamiyah dengan pola pendidikan muslimin secara berjenjang dan terstruktur yang dapat disetarakan dengan jenjang pendidikan dasar dan menengah di llingkungan kementrian agama.  Dalam hal ini, pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua di indonesia mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan yang dimiliki.

Kementrian Agama mengadakan survei ke MADINA, Pada 2015 lalu. Bukan tanpa sebab, kedatangan mereka untuk meninjau jenjang pendidikan ULYA yang ada di MADINA. Seperti yang telah kita ketahui, jenjang pendidikan diniyah di pondok pesantren Darussalam ini terdiri dari tingkat ULA, WUSTHO, dan ULYA.  Sebelumnya pihak MADINA mengajukan program satuan pendidikan Mu’adalah yang akhir-akhir ini telah diberlakukan di beberapa pondok pesantren lainnya. Perlu kita ketahui, pengajuan program mu’adalah kepada Kemenag ini telah dilakukan pada tahun 2009 sedangkan Surat Keputusannya baru keluar pada tahun 2013. Dalam sebuah kesempatan pada 23/01/16, kami bermaksud untuk menanyakan terkait pendidikan mu’adalah madrasah diniyah ini kepada KH. Abdul Kholik Syafa’at selaku Kepala Bidang Pendidikan dan Pengajaran Pondok Pesantren Darussalam.Beliau mengungkapkan bahwa salah satu syarat yang diberikan Kemennag untuk Program ini yaitu siswanya bukan satuan pendidikan formal atau paket A/B/C. Sehingga siswa yang saat itu berstatus  sekolah di pendidikan formal harus merelakan untuk keluar dari sekolahnya jikalau ingin mengikuti program mu’adalah tersebut. Adapun syarat-syarat yang lain dari program mu’adalah ini tertuang dalam panduan Mu’adalah di PMA No. 18 tahun 2014, diantaranya yaitu Pesantren harus mendapatkan izin dari kementrian agama RI, wajib di selenggarakan oleh dan berada didalam pesantren, juga mendapat rekomendasi dari kantor wilayah kemenag propinsi setempat, dan sebagainya.

SiswaMADINA pada tingkatan Ula dan Wustho disini paling banyak adalah santri yang mengikuti sekolah umum  juga, sedangkan ditingkat Ulya paling banyak siswanya tidak sekolah umum. Maka, yang memenuhi syarat untuk di Mu`adalahkan di MADINA hanyatingkat Ulyanya saja. Untuk Ula dan Wustho bisa saja di muadalahkan, tapi juga dengan ketentuan di atas, santri pada tingkatan itu berstatus sekolah di pendidikan formal harus keluar dari sekolahnya. Program Muadalah mulaidiberlakukan pada ijazah Ulya tahun 2013. Namun santri yang menggunakannya masih sedikit karena mayoritas dari mereka sudah memiliki ijazah sekolah formal. Diantaranya, santri yang menggunakan ijazah muadalah untuk melanjutkan kejenjang lebih tinggi yaitu Quni Khoirodhirrif`ah yang melanjutkan ke Yaman, Agus Rozin Qoba’ Alfawwaz, Agus Mukhtar Nabil Muwafiq dan Agus Syuhada`.

Meskipun program mu’adalah ini sudah resmi setara dengan umumnya pendidikan formal, tapi mengenai standar kelulusannya tidak sama,karena sampai sekarang ini masih belum ada, seperti contoh disekolah formal untuk kelas akhir ada ujian negara atau UN dngan standar nilai kelulusan, sedangkan program mu’adalah di MADINA ini masih mengacu pada standar kelulusan yang berada di program diniyah blokagung yakni terkait muhafadoh, keaktifan, berbagai evaluasi dan sebagainya.

Setelah satuan pendidikan muadalah, Kemennag mengeluarkan peraturan No: 71 Tahun 2015, tentang Ma`had Aly. Ma`had Aly dapat dikatakanUniversitasnya Madrasah Diniyah. Penggagas Ma’had Aly yaitu dari banyak pondok pesantren di seluruh indonesia dan juga pemerintah. Pesantren yang sudah membuka pendidikan Diniyah Ula, Wustho dan Ulya dianjurkan untuk membuka Ma`had Aly sebagai lanjutan dari Madrasah Diniyah. Ijazah Mu’adalah tingkat Ulya bisa di gunakan untuk mendaftar di seluruh universitas atau perguruan tinggi manapun, sama halnya dengan ijazah setingkat SMA dan MA yang juga bisa digunakan untuk mendaftar di Ma’had Aly dengan syarat yang sama, yaitu lulus tes. Akan tetapi saat ini MADINA belum mengajukan Program Ma`had Aly,“Untuk Ma`had Aly sebenarnya pemerintah sudah mengeluarkan peraturannya, namun dari diniyah sendiri masih belum mengajukan. Tapi  sudah ada rencana untuk program tersebut.” Ungkap Gus Kholiq ketika diwawancarai di ndalem beliau. [] /MA, LNH