Selasa (11/02) – kegiatan santri di Pondok Pesantren Putri Utara pada Selasa sore tidak seperti biasanya. Santriwati yang biasanya dapat berjalan-jalan kesana kemari karena libur sorogan dan mendengarkan nama salah satu dari mereka dipanggil di microfon pondok setelah perjuangannya selama ini untuk menghafalkan bait-bait indah nadhoman kini tampak berkurang. Aktifitas santriwati ini terlihat sentral di musholla An-Nur yang membentuk halaqoh-halaqoh. Yang mana mereka merupakan siswi MADINA tingkat Wustho dan Ulya yang sedang sorogan. Kegiatan sorogan untuk kelas tingkat Wustho dan Ulya ini sebenarnya telah dilaksanakan sebelumnya yang bertempat di madrasah ruang C dan ruang D kemudian beralih dengan sistem setoran akan tetapi karena sistem ini dinilai kurang efektif lembaga Kutubussalaf pun mengganti sistem pendidikannya yakni dengan melaksanakan sorogan sentral di musholla An-Nur untuk siswi MADINA tingkat Wustho dan Ulya. Selasa dipilih karena pada hari inilah waktu yang kosong, jika sorogan dibersamakan dengan siswi tingkat Ula sebagaimana terlaksana seperti hari-hari biasanya, banyak dari siswi Wustho dan Ulya yang tidak bisa. Entah itu karena ada yang menjadi ustadzah ataupun mengaji Ihya’ ‘Ulumuddin.

Kegiatan yang dilaksanakan di musholla An-Nur tersebut dibagi menjadi tiga bagian, yakni musholla atas, musholla bawah dan juga di teras musholla baru (TMB). Selain itu santri maktabah yang biasanya menggunakan TMB sebagai tempat sorogan sebagian dialihkan di ruang madrasah.

Dalam sorogan Wustho dan Ulya ini ustadzah yang dipilih merupakan siswi MADINA tingkat atas atau mutakhorijat, misal ketika dalam satu halaqoh tersebut merupakan siswi MADINA kelas 2 wustho maka ustadzahnya bisa dari 1 ulya, 2 ulya atau dari mutakhorijat. Ustadzah yang diambilpun adalah ustadzah yang disetorkan oleh kepala asrama bersama dengan data santri kelas Wustho dan Ulya apabila pada asrama tersebut tidak ada data ustadzah yang disetorkan maka lembaga Kutubussalaf memberi mandat kepada ustadzah terpilih untuk menjadi ustadzah pada halaqoh tersebut. yang terus meninggi yang seharusnya lebih mampu dari tingkat Ula. Segala bentuk inovasi terus dikembangkan agar siswi MADINA tingkat Wustho dan Ulya dapat belajar sebagaimana tingkat Ula. “Mengenai sorogan tingkat Wustho dan Ulya ini terus diperhatikan, melihat jenjang mereka Segala inovasi terus kami lakukan. Jika ada metode baru yang lebih baik dan lebih efektif untuk perkembangan santri mengapa tidak kita gunakan.” Ujar ustadzah Nurul Hidayati saat kami wawancarai.{W.A}