img src=http:4.bp.blogspot.com-fiS29KPUIOQUTK_MmNf6ZIAAAAAAAACBAF2bFgDKOhyYs320DSC08573.JPG border=0 alt= width=320 height=240 align=left Himpun Jaringan Singsingkan Lengan Pasang Badan!divbr emSetelah sekian waktu tak terdengar gaungnya kini Buletin Fenomena kembali bangkit. Ada apa? emdivbr nbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbspnbsp uemCatatanem:M.Abdul Hamid L.Audivbr SEKITAR medio 2010-an Fenomena sempat meramaikan dunia kepenulisan yang ada di Darussalam bersaing dengan MedIS Al-Aqlu Zahira dll. Sebagai sesama media cetak persaingan bukan hanya sebatas isi melainkan juga konsumen. Berhubung gratis otomatis MedIS selangkah di depan fenomena. Ditambah lagi MedIS ditempel di papan pengumuman. Fenomena tidak. Semakin jayalah MedIS dalam pasarnya.divbr Namun di kalangan underground Fenomena justru lebih masyhur. Alasannya pembahasan yang ada di fenomena jauh lebih mengena dari pada MedIS yang hanya memuat berita Al-Aqlu yang jarang terbitnya dan Zahira yang juga demikian. divbr Berawal dari ide Ust. Robiul Hasan Fenomena lahir sebagai media cetak komersil. Hal ini dilakukan karena tak ada struktur dan kepengurusan yang resmi dalam Fenomena. Jadi tak ada aliran dana yang menuju ke Fenomena. Tak heran bila Fenomena benar-benar menjadi fenomena tersendiri. divbr Sesuai dengan namanya Fenomena memang sengaja didirikan untuk mengangkat masalah yang sedang terjadi di pesantren dengan sudut pandang yang berbeda. Background ppc (pah-poh club) dan jargon buletinnya orang goblok sengaja digembar-gemborkan. Kenapa? Kalau ada yang protes biar langsung maklum. Namanya juga orang goblok! divbr Seiring dengan makin tumbuh suburnya pelanggan Fenomena para penulis yang biasa mampang tulisannya semakin berkurang. Hal ini semakin di perparah dengan hijrahnya Sang Fenomenor ke barat. Mencari kitab suci begitulah istilah yang digunakan Ust. Syafiqi untuk menjelaskan pindahnya Ust. Robiul Hasan ke PP. Darussalam Puncak. Ironis memang. Apalagi waktu itu fenomena sudah berusia satu tahun. Usia yang rentan bagi sebuah media. divbr Tak lama kemudian fenomena hanya tinggal nama.divbr Namun baru-baru ini Ust. Nasrudin (dulu sering menulis di fenomena) kembali menghidupkan Fenomena. Bak gayung bersambut dukungan deras mengalir dari berbagai kalangan. Termasuk Ardiansha El-Zhemary novelis Darussalam. Eman-eman kalau seperti itu (Fenomena) nggak ada lagi ujar Ardi-sapaan akrab Ardiansha El-Zhemary-prihatin.divbr Fenomena tetap Fenomena. Tetap seperti dulu tapi dengan wajah baru dan semangat baru jelas Ust. Nasrudin dalam suatu kesempatan. Beliau berpesan agar tak mati lagi kita harus berkorban. Terus cari jaringan singsingkan lengan pasang badan. Anggap saja berjuang!(am)br div1) kita harus berkorban. Terus cari jaringan singsingkan lengan pasang badan. Anggap saja berjuang!(am)br div1)